WELCOME TO HONESTY IN THE PAST

...

Si Mungil di Penjara Kecil

Anak-anak yang mencuri motor, merampok, membunuh temannya sendiri atau melakukan kejahatan lain kalau tertangkap polisi sudah pasti masuk penjara anak. Tapi ‘penjara kecil’ ini lain dengan penjara anak yang melakukan kejahatan yang saya katakan diatas. ‘Penjara kecil’ ini tidak berterlali besi. Tidak ada penjaggaan yang harus melewati banyak pintu. Tidak ada jam besuk. Namun semua kebutuhan anak yang ada dalam ‘penjara kecil’ tersebut oleh si pengelola disediakan dan dipersiapan sangat lengkap dengan sarana juga prasarana serta guru yang kreatif. . Misalnya; pihak pengelola telah menyediakan mainan dan permainan yang menarik , jadwal pelajaran seperti; membaca, menulis, berhitung, bahasa Indoensia, bahasa Inggris, pelajaran agama, termasuk menu makanan sudah disediakan untuk anak-anak yang ada didalamnya. Hanya para orangtua yang ‘berduitlah’ yang bisa memasukan anak-anak mereka ke dalam ‘penjara kecil’ itu. Karena ketika anak-anak masuk kedalamnya, orangtua mereka, akan merasa nyaman dan aman anak-anak mereka berada disana. Msial saja; Orangtua tidak lagi khawatir anak-anaknya t akan sering nonton televisi juga tidak banyak main game Sudah tentu orangtuapun merasa ‘lega , lepas-bebas’ melakukan kesibukan di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan keluarga termasuk biaya anak-anak mereka yang berada di ‘penjara kecil’.

Dalam ‘penjara kecil’ itu para guru menjejali begitu banyak mata pelajaran yang harus diselesaikan sianak. Anak-anak itu akan merasa bebas ketika para orangtua menjemput mereka ketika menjelang sore ada juga yang dijemput dengan supir pribadi dari orangtuanya karena ibu-bapak mereka amat sibuk bekerja. Baru beberapa jam berada di rumah malam harinya sianak dijejali begitu banyak tugas atau yang disebut PR. Hal itu dilakukan sianak hampir setiap hari. ‘Penjara kecil’ ini lebih bergengsi disebut ‘full days school.’ Dengan rutinitas anak yang begitu banyak tugas yang diberikan oleh guru. Juga orangtua yang amat sibuk melakukan aktivitasnya di luar rumah, lalu “Kapan antara orangtua dan anak meluangkan waktu untuk bercanda, bermain bola, dan orangtua bisa membimbing anak-anaknya bagaimana mencuci piring yang bersih dan tidak bau amis, merawat tanaman dan membesihkan halaman rumah bersama sambil bercerita kepada anak-anaknya tentang Tuhan Yang Maha Kasih?”

Pernah anakku mengatakan kepadaku, “Umi anak-anak yang sekolah dari pagi sampai sore itu seperti ‘buruh’ ya!” Kemudian dengan rasa penasaran ingin tahuku mengapa dia bisa berpendapat seperti itu aku balik bertanya, “Kenapa kamu bisa menyebut mereka ‘buruh’?” Dengan santai anakku menjawab, “Iya mereka itu sekolah dari pagi hingga sore, tas yang gemblok berat, setiap malam hari mengerjakan tugas dari sekolah!” aku tidak lagi berkomentar dengan jawaban anakku.

Kalau para orangtua membiarkan anak-anaknya masuk dalam ‘penjara kecil’ jangan salahkan ketika ‘dewasa kelak’ mereka berkata, “Ibu-ayah maafkan anakmu, sekarang saya amat sibuk dengan pekerjaan juga keluarga, jadi ibu dan ayah saya titipkan dipanti jompo!”

Lain halnya Gabriela Mistral dalam tulisannya berjudul “Untuk Anakku”

Tanganku sibuk sepanjang hari

Aku tak punya banyak waktu
luang

Bila kau ajak aku bermain , kujawab “ibu tak sempat
nak’

Aku bekerja keras semua untukmu

Tapi bila kau
tunjukkan ceritamu

Aku mengajakku berbagi
canda

Kujawab “sebentar sayang”

Di malam hari engkau
ku tidurkan

Ku panjatkan doa, ku padamkan lampumu

Lalu
berjingkrak meninggalkanmu

Kalau saja aku tinggal barang satu menit
lagi

Sebab hidup itu begitu singkat

Tahun-tahun bagai
berlari

Bocah cilik tumbuh begitu cepat

Kamu tak lagi
berada di sisi ibu

Membisikkan rahasia-rahasia
kecilmumu

Buku dongengmu entah pula ke mana

Tak ada
cium selamat malam

Tak lagi ku dengar doa mu

Semua itu
telah mnjadi milik masa lalu

Tanganku dahulu
sibuk

Sekarang telah diam

Hari-hari terasa panjang
membentang

Kalau saja aku bisa kembali ke masa
lalu

Menyambut hangat di sisiku

Memberi mu waktu di
hatiku

Banyak kekhilafan dan kesalahan yang kita
perbuat

Namun kejahatan yang paling nista
adalah

Kejahatan mengabaikan anak-anak
kita,

Melalaikan mata air hayat kita.

Kita bisa tunda
berbagai kebutuhan kita

Kebutuhan anak kita, tak bisa
ditunda.

Pada saat ini tulang belulangnya sedang
dibentuk

Darahnya dibuat dan susunan sarafnya tengah
disusun,

Kepadanya kita tak bisa berkata
“ESOK”

Namanya adalah “KINI

(dari buku berjudul Anak-Anak yang Digegas oleh DU.Faizah)

Menurut saya yang paling mendasar dalam hidup ini adalah sikap hidup yang berakhlak mulia dan tauladan yang tercermin dalam diri. Akan tetapi apa yang terjadi dalam “dunia persekolahan” di negeri ini?. Semua itu hanya tertuang dalam pelajaran budi-pekerti dan siswa diminta untuk menghafal kemudian diakhir semester siswa menjawab soal-soal yang diberikan oleh guru yang hasil akhirnya hanya angka. Dan orangtua pun merasa bangga jika anaknya memperoleh angka tinggi. Yah…boleh dibilang kalau seorang anak memperoleh angka rata-rata sebilan atau delapan dalam rapor.Tentu saja orangtua merasa puas. Bahkan para orangtua sangat bangga dengan prestasi yang diraih anaknya.. Namun pertanyaannya adalah “apakah dengan angka tinggi yang diperoleh seorang anak atau siswa tersebut sesuai dengan sikap hidup kesehariannya ?” Hal ini hanya bisa dirasakan dari diri kita sebagai orangtua….

Masih banyak lagi keunikan yang bisa diperoleh dari seorang anak kalau saja kita sebagai orangtua mau belajar peka dan mau meyelami ‘dunia anak’ tentu saja kita akan menemukan potensi yang ada dalam diri anak sehingga kita sebagai orangtua bisa merawat, menemani juga membantu dia agar tumbuh dan berkembang tanpa harus ‘mengarbitnya’ atau memaksa mereka seperti apa yang menjadi kehendak orangtua.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More